Selasa, 10 Juni 2014

Kabadian

Nafasnya yang segar memenuhi paru-paruku. Perlahan aku bangkit dengan bantuan tangannya. Senyumnya yang tak terlalu sumringah tetapi sangat manis. Tempat itu memang terlalu licin untuk aku yang baru mempelajari ice skating. 
"Mau aku ajarkan nona?" pertanyaan itu, pertanyaan yang tak pernah bisa aku tolak. Sepertinya kau saat itu telah menghipnotisku. Kau bukan saja memasuki pikiranku tetapi juga hatiku.
Kau mengajarkanmu dengan sabarmu, membantuku dengan yakinmu dan setiap tatapanmu itu bak sebuah permintaan untuk aku tetap tinggal denganmu saat itu.
Tak semua orang melihat cinta kita itu indah. Beberapa dari mereka berpikir kita tak berjodoh hanya karna kau yang seorang petugas ice skating dan aku... seorang anak pengusaha. Tetapi mereka tak pernah tau apa kisah yang pernah kita jalani.
Beribu-ribu kali aku meyakinimu dan beribu-ribu kali pula kau masih bertanya padaku, "Apa kau yakin?". Mana mungkin aku tak yakin pada laki-laki yang beberapa bulan lagi akan menikahiku?

Kisah-kisah masa itu tak pernah aku lupakan. Jangan anggap aku bersedih jika aku menangis. Jangan juga anggap aku bahagia jika aku tertawa. Karena semuanya bisa saja terbalik. Bisa saja aku tertawa dalam tangisku.
     Namun, senja ini telah tiba, tak pantas aku untuk menangis karenamu. Kita sudah bersatu di dunia ini. Tetapi sayangnya, Yang Kuasa lebih mencintaimu. Jika kau bisa mendengarku saat ini, boleh aku meminta sesuatu? Aku berjanji ini bukan permintaan yang sulit. Aku hanya ingin kau menantiku dikeabadian. Aku ingin cinta kita abadi, walau keabadian hanyalah sebuah kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar