Sabtu, 07 Juni 2014

Along Time Ago

Untuk kesekian kalinya, tamparan itu ia terima. Tak lama air matanya menetes. Ingin rasanya tangis itu pecah, tetapi sayang, hanya isakkan tipis yang keluar dari mulut gadis kecil itu. Usianya baru menginjak lima tahun. Tetapi hidupnya berbeda dengan anak berusia lima tahun lainnya. Tak ada mainan baru atau jalan-jalan bersama orang tuanya.
Semuanya memang berbeda setelah kedatangan Annabelle, ibu tirinya. Hari-hari Ilsa tak lagi bahagia seperti ketika hanya ada ia dan Ayahnya. Mungkin Ayahnya pikir dengan keberadaan Annabelle, Ilsa akan semaki bahagia. Tetapi semuanya salah.
Nailsa Qinan Rivas, anak dari pasangan Robert dan Kinan. Sayangnya, cinta yang hadir diantara Kinan dan Robert adalah cinta yang salah. Tak seorangpun dari Netherland yang boleh menikahi orang Pribumi. Tetapi Robert yakin bahwa Kinan adalah pilihan terbaiknya. Sayang, Kinan harus meregang nyawa ketika melahirkan Ilsa. Sejak itu Robert berjanji akan menjaga Ilsa sepenuh hati dan jiwanya. Tak akan sedetikpun ia membiarkan Ilsa bersedih.
Pada mulanya Robert menepati janjinya itu, termasuk menikahi Annabelle adalah salah satu caranya. Pernikahan Annabelle dan Robert membuahkan seorang anak lelaki yang dinamai Fernando Emanuel Rivas. Sepi yang Ilsa rasakan semakin mendalam ketika Fernan hadir di keluarga itu. Sejak itu, Robert seperti lupa akan janjinya dahulu. Bahkan Robert lupa bahwa ia memiliki seorang anak perempuan. Tak sekalipun Robert masuk ke kamar Ilsa.
Annabelle pernah berkata sesuatu pada Ilsa, kata-kata yang tak pernah Ilsa percaya sedikitpun. Tetapi sejak hilangnya kasih sayang sang Ayah, Ilsa mulai mempercayainya. Ilsa percaya bahwa kelahirannya tak pernah diinginkan. Bahkan mungkin hanya sebuah ketidaksengajaan. Karena sampai kapanpun, tak ada seorang pribumi yang boleh mencintai seorang bangsawan Netherland dan begitu pula sebaliknya.
Annabelle juga selalu melarang Ilsa untuk bertemu dengan Ayahnya. "Sampai kapanpun kau akan tetap berbeda dengan kami." begitu kata Annabelle. Apa salahku jika darah pribumi mengalir dalam tubuh ini? hanya kalimat itu yang selalu ada didalam batin Ilsa. Bahkan Ilsa belum pernah memeluk Fernan, adik laki-lakinya. Rasanya akan tak mungkin, pasti Annabelle sudah membuat Fernan membenciku atau mungkin menganggapku tak ada, itu yang selalu Ilsa katakan pada dirinya sendiri jika ia ingin sekali memeluk Fernan.
Y
Bukan hanya malam itu kabar tentang kedatangan Jepang sangat hangat di telinga. Annabelle dan Ayah nampak berdebat dalam bahasa Netherland. Bahasa yang tak pernah aku mengerti dan Ayah tak pernah mengajarkannya padaku. Semuanya seperti sangat genting. Tetapi apa yang aku bisa lakukan? Kunci kamarku tak bisa berjalan sendiri dan membuka pintu ini, gumam Ilsa dalam hatiny. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur.
Tepat tengah malam,terdengar suara berisik diluar. Tak lama suara pintu tertutup lalu semuanya hening. Beberapa menit Ilsa terdiam, menanti suara apa yang akan ia dengar. Sampai beberapa saat kemudian ia baru menyadari bahwa Ayahnya meninggalkannya di rumah itu sendirian.
Sejak itu, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan diluar kamarku. Ayah tak pernah kembali. Ilsa merasa sangat sedih, kesedihan itu menyesakan dadanya. Tak terbayang olehnya, pria yang ia cintai selama hidupnya kini bukan hanya melupakannya, tetapi juga pergi meninggalkannya.
Malam kedua kepergian Ayah yang entah dimana, suara langkah kaki terdengar. Itu Ayah, gumam Ilsa. "Ayah, Ayah, kau kembali untukku? Ayah, aku disinu." Ilsa memberi petunjuk. Tak lama, seseorang mendobrak pintu kamarnya. Ternyata itu bukan Ayahnya. Pria-pria bermata sipit itu menodongkan senapannya pada Ilsa. Setelahnya, Ilsa merasa jiwanya melayang entah kemana. Semuanya gelap dan menyakitkan.
Y
Ilsa adalah aku. Ilsa terlahir kembali sebagai seorang Nadine. Semua orang yang ada di dunia ini adalah seorang reinkanator, hanya mereka lupa dengan masa lalunya, sama seperti aku. Tetapi bodohnya, aku malah menggali semua itu. Menggali kisah yang seharusnya tak pernah aku ketahui, aku mengerti mengapa Sang Pencipta melakukannya. Ia hanya ingin aku tak bersedih karena masa lalu itu
.
Aku tak bersedih karenanya, aku hanya baru menyadari bahwa itu adalah takdirku.
Hidupku yang sekarang memang tak seburuk dahulu.
Namun, jalan ceritanya nyaris sama.
Aku bersedih karena aku menyadari aku dan Ilsa mempunyai satu takdir yang sama.
Takdir untuk merasakan sepi yang tak ada akhirnya.
Aku sadar, jiwa ini tak pernah akan keluar dari lingkaran sepi itu.
Sampai kapanpun itu, hidup keberapapun itu, semuanya akan tetap sama.
Memang seharusnya ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. 
Kadang, aku hanya butuh seseoranguntuk mendengarkan apa yang aku rasakan.

Selain selembar kertas yang aku tulis tiap harinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar