Untuk
kesekian kalinya, tamparan itu ia terima. Tak lama air matanya menetes. Ingin
rasanya tangis itu pecah, tetapi sayang, hanya isakkan tipis yang keluar dari
mulut gadis kecil itu. Usianya baru menginjak lima tahun. Tetapi hidupnya
berbeda dengan anak berusia lima tahun lainnya. Tak ada mainan baru atau
jalan-jalan bersama orang tuanya.
Semuanya
memang berbeda setelah kedatangan Annabelle, ibu tirinya. Hari-hari Ilsa tak
lagi bahagia seperti ketika hanya ada ia dan Ayahnya. Mungkin Ayahnya pikir
dengan keberadaan Annabelle, Ilsa akan semaki bahagia. Tetapi semuanya salah.
Nailsa
Qinan Rivas, anak dari pasangan Robert dan Kinan. Sayangnya, cinta yang hadir
diantara Kinan dan Robert adalah cinta yang salah. Tak seorangpun dari
Netherland yang boleh menikahi orang Pribumi. Tetapi Robert yakin bahwa Kinan
adalah pilihan terbaiknya. Sayang, Kinan harus meregang nyawa ketika melahirkan
Ilsa. Sejak itu Robert berjanji akan menjaga Ilsa sepenuh hati dan jiwanya. Tak
akan sedetikpun ia membiarkan Ilsa bersedih.
Pada
mulanya Robert menepati janjinya itu, termasuk menikahi Annabelle adalah salah
satu caranya. Pernikahan Annabelle dan Robert membuahkan seorang anak lelaki
yang dinamai Fernando Emanuel Rivas. Sepi yang Ilsa rasakan semakin mendalam
ketika Fernan hadir di keluarga itu. Sejak itu, Robert seperti lupa akan
janjinya dahulu. Bahkan Robert lupa bahwa ia memiliki seorang anak perempuan.
Tak sekalipun Robert masuk ke kamar Ilsa.
Annabelle
pernah berkata sesuatu pada Ilsa, kata-kata yang tak pernah Ilsa percaya
sedikitpun. Tetapi sejak hilangnya kasih sayang sang Ayah, Ilsa mulai
mempercayainya. Ilsa percaya bahwa kelahirannya tak pernah diinginkan. Bahkan
mungkin hanya sebuah ketidaksengajaan. Karena sampai kapanpun, tak ada seorang
pribumi yang boleh mencintai seorang bangsawan Netherland dan begitu pula
sebaliknya.
Annabelle
juga selalu melarang Ilsa untuk bertemu dengan Ayahnya. "Sampai kapanpun
kau akan tetap berbeda dengan kami." begitu kata Annabelle. Apa salahku jika darah pribumi
mengalir dalam tubuh ini? hanya kalimat itu yang selalu ada didalam
batin Ilsa. Bahkan Ilsa belum pernah memeluk Fernan, adik laki-lakinya. Rasanya akan tak mungkin, pasti
Annabelle sudah membuat Fernan membenciku atau mungkin menganggapku tak ada,
itu yang selalu Ilsa katakan pada dirinya sendiri jika ia ingin sekali memeluk
Fernan.
Y
Bukan
hanya malam itu kabar tentang kedatangan Jepang sangat hangat di telinga.
Annabelle dan Ayah nampak berdebat dalam bahasa Netherland. Bahasa yang tak
pernah aku mengerti dan Ayah tak pernah mengajarkannya padaku. Semuanya seperti
sangat genting. Tetapi apa
yang aku bisa lakukan? Kunci kamarku tak bisa berjalan sendiri dan membuka
pintu ini, gumam Ilsa dalam hatiny. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur.
Tepat
tengah malam,terdengar suara berisik diluar. Tak lama suara pintu tertutup lalu
semuanya hening. Beberapa menit Ilsa terdiam, menanti suara apa yang akan ia
dengar. Sampai beberapa saat kemudian ia baru menyadari bahwa Ayahnya
meninggalkannya di rumah itu sendirian.
Sejak
itu, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan diluar kamarku. Ayah tak pernah
kembali. Ilsa merasa sangat sedih, kesedihan itu menyesakan dadanya. Tak
terbayang olehnya, pria yang ia cintai selama hidupnya kini bukan hanya
melupakannya, tetapi juga pergi meninggalkannya.
Malam
kedua kepergian Ayah yang entah dimana, suara langkah kaki terdengar. Itu Ayah, gumam Ilsa.
"Ayah, Ayah, kau kembali untukku? Ayah, aku disinu." Ilsa memberi
petunjuk. Tak lama, seseorang mendobrak pintu kamarnya. Ternyata itu bukan
Ayahnya. Pria-pria bermata sipit itu menodongkan senapannya pada Ilsa.
Setelahnya, Ilsa merasa jiwanya melayang entah kemana. Semuanya gelap dan
menyakitkan.
Y
Ilsa adalah aku. Ilsa terlahir kembali sebagai seorang Nadine. Semua
orang yang ada di dunia ini adalah seorang reinkanator, hanya mereka lupa
dengan masa lalunya, sama seperti aku. Tetapi bodohnya, aku malah menggali
semua itu. Menggali kisah yang seharusnya tak pernah aku ketahui, aku mengerti
mengapa Sang Pencipta melakukannya. Ia hanya ingin aku tak bersedih karena masa
lalu itu
.
.
Aku tak bersedih karenanya, aku hanya baru menyadari
bahwa itu adalah takdirku.
Hidupku yang sekarang memang tak seburuk dahulu.
Namun, jalan ceritanya nyaris sama.
Aku bersedih karena aku menyadari aku dan
Ilsa mempunyai satu takdir yang sama.
Takdir untuk merasakan sepi yang tak ada
akhirnya.
Aku sadar, jiwa ini tak pernah akan keluar dari
lingkaran sepi itu.
Sampai kapanpun itu, hidup keberapapun itu, semuanya akan
tetap sama.
Memang seharusnya ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan.
Kadang, aku hanya butuh seseoranguntuk mendengarkan apa yang aku rasakan.
Selain selembar kertas yang aku tulis tiap harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar